Monday, January 27, 2014

Kenapa Wanita Keturunan Arab Tidak Boleh Menikah Dengan Orang Biasa ?



Pengalaman hidup bergaul dengan berbagai suku di dunia ini sangatlah menyenangkan, budaya unik yg tentunya berbeda dari sebuah suku dengan suku yang lain bisa menambah wawasan kita dalam bergaul di dunia yang prural ini. Saya sudah lama sekali berteman dengan seseorang yang keturunan Arab, saya sering mendengar dan menyimak perdebatan  tentang perjodohan warga keturunan Arab Indonesia. 

Ada beberapa alasan mengapa warga keturunan Arab sangat sulit untuk bisa menikah dengan warga pribumi bahkan keturunan etnis di luar arab pun terasa sangat sulit untuk menikah dengan warga pribumi. Banyak hal yang disembunyikan dengan mengajukan beberapa alasan penolakan. Akhirnya bisa di simpulkan ada beberapa poin alasan kenapa warga keturunan Arab sulit untuk menikah dengan warga pribumi :

Garis Keturunan Partilinear

Kebanyakan warga keturunan arab menggunakan sistem garis keturunan partilinear, dimana nama belakang dari anak yang dibawa adalah nama ayahnya (keluarga ayahnya) dan sistem ini sebenernya adalah sistem Islam bukan sekedar kebudayaan mereka. Jadi walaupun seorang perempuan sudah menikah hukumnya haram memakai nama belakang suaminya, dia tetap menggunakan nama belakang ayah. Tetapi anak yang dilahirkannya kelak akan memakai nama belakang suaminya. Kadang ini yg jadi pertimbangan seorang ayah untuk melepas anak perempunnya menikah dengan seorang berketurunan lain, karena cucunya kelak tdk akan membawa nama keluarganya.


Budaya

Kebiasaan orang arab gan..... mereka sangat suka sekali menanyakan anda dari fam (nama keluarga) mana? Fam disini bukan semacam kasta  (karena mereka tidak mengenal kasta) tetapi ditujukan buat mengetahui silsilah keluarga yg gunakanya untuk ta'aruf (saling mengenal) entah itu mungkin kakek buyut mereka atau saudara-saudara yg mungkin masih kerabat, karena keluarga merupakan hal yang penting bagi kami. Kebanyakan dari mereka dekat sekali hubungan keluarganya, bahkan harus tau lah minimal sampe kakek buyut tau namanya

Tradisi Turun-Menurun

Kebiasaan nenek moyang yg mungkin masih berlanjut sampe sekarang, suka menjodohkan antara anak-anaknya atau cucu-cucunya. Kadang bahkan dijodohkan keluarga dekat (bukan mahrom gan) seperti dijodohkan dengan cucu dari adiknya nenek atau kakek. Hal ini dilakukan juga berdasarkan persetujuan anak tersebut gan, bukan paksaan. Manfaatnya, paling tidak kita sudah tau akhlak (perilaku) anak tersebut, dan menjaga eksistensi fam tersebut jika mungkin tidak ada anak laki-laki dalam keluarga tersebut

Keluarga turunan Arab menilai Perempuan Arab lebih setia
Mitos ini lebih karena kriteria setia diukur dari perasaan nyaman dan eksis suami yang berasal dari keturunan Arab. Ketika wanita menikai dengan pria non Arab nampak jelas gerakan pengucilan oleh keluarga besar. padahal kesetiaan bukanlah sebuah kelebihan dari ribuan ethnis di dunia ini dan tergantung dari individu masing-masing terbukti banyak Wanita keturunan Arab selingkuh sama dengan etnis lain di Indonesia.

Nama Baik  Orang Tua
Di Pertaruhkan
Orang Tua warga keturunan Arab akan mendapat predikat “gagal mendidik anak” ketika anaknya menikah dengan orang non arab. Ada sebuah kisah menyedihkan. sebuah keluarga besar dengan sekitar 7 anak perempuan semuanya hampir telat nikah gara-gara emoh dilamar Non Arab. Namun akhirnya nyerah juga setelah usia melampaui 40 tahun. Begitu juga ada anak laki diancam boikot agar tidak nikah dengan selain Arab. Akhirnya jebol juga pertahanan setelah usia mendekati 50 tahun “dhewekan wae”.

Kadang ada sedikit orang yang bermulut sangat keji untuk mempertahankan fanatisme suku bangsa. Mereka menuduh bahwa yang berjodoh dengan non Arab karena terkena ilmu pelet atau dikerjain dukun. Tapi tidak pernah menunjukkan bukti, hanya sekedar melakukan tekanan lewat hukum syirik praktek perdukunan. Tapi lupa sebagian pedagang Arab rajin minta petunjuk dukun/paranormal untuk cari jodoh dan penglaris dagangan.

Agama Islam menganjurkan untuk memilih jodoh dari keturunan orang baik-baik, dan mereka menganggap Arab yang terbaik
Mitos ini sangat dipaksakan. Rasulullah bersada sebaik-baiknya insan adalah yang berilmu, berbudi pekerti baik, bagus iman dan takwanya, bukan karena keturunan maupun kedudukan. Juga beliau bersabda bahwa bangsa Arab dan muslim akan hancur ketika mengagung-agungkan keturunan. Mitos ini warisan Arab Kuno sebelum datangnya Islam. Asal tau saja di Saudi bahkan masih banyak orang tua yang ngotot berbesan dengan marga yang sama, misalnya Bin Saud dengan Bin Saud.

Orang Arab paling tahu agama Islam sehingga jadi pilihan utama
Mitos ini sangat bertentangan dengan realita. Anak anak turunan Arab belajar Islam dan bahasa Arab dari guru guru non-Arab. Hanya sedikit orang tua turunan Arab yang intens dalam aktivitas pergerakan Islam. Lagi pula sangat sedikit yang fasih berbahasa Arab maupun hafal Al-Quran. Malah kaum terdidiknya lebih fasih berbahasa Inggris, lebih hafal lagu Barat, dan lebih keranjingan film Hollywood.

Menantu non Arab tidak bisa menyatu dengan keluarga besar
Keluarga besar sengaja mengucilkan menantu sebagai bentuk hukuman, sekaligus peringatan kepada yang mau coba-coba “keluar kandang“. Maksudnya agar pasangan gado-gado tsb merasakan betapa perih azab dan sengsara melawan tradisi kuno walaupun fakta membuktikan pengucilan akan kandas dengan sendirinya.

Pentayuan biasanya terjadi setelah adanya keturunan, atau sukses besar dan layak dibanggakan walau tidak semua berjalanseperti demikian . Tapi yang paling sering terjadi adalah ini: ketika dilanda perkara besar, maka semua pintu pertolongan  dari keluarga seakan tertutup.


Tapi fakta membuktikan kian banyak perjodohan asimilasi turunan Arab dengan non-Arab sejak tahun 1980an. Karena mayoritas Generasi muda sekarang tidak mau lagi terikat dengan ras. Mereka tidak lagi percaya dengan mitos tersebut di atas. Semua itu tidak lebih hanya warisan tradisi Arab yang dilestarikan sampai sekaran.

Kebanyakan generasi baru tidak peduli apakah akan berjodoh dengan “jamaah/arbi” (berayah Arab) ataukah dengan “akhwal” (berayah Indonesia Non Arab) ataukah dengan “baudeh” (berayah Tionghua-Indonesia) walau keluarga besar menentang bahkan mengucilkannya . Mereka tidak pula ambil pusing dengan Habaib/Habib yang mengklaim keturunan Nabi Muhammad perwaris ilmu dan kekuasaan dunia Islam. Di kalangan umum Arab keturunan ada sebutan “Habib” namun ada pula yang menilai tidak lebih sebagai sebutan akrabl, tanpa pretensi keunggulan dalam bentuk apapun.





Sinyo Bheta