Sunday, January 26, 2014

[Mitos] Kenapa Orang Lamongan Tidak Boleh Menikah Dengan Orang Kediri ?

Peta Kerajaan Kediri
Pada saat itu, senja kala melanda bumi Majapahit. Perang saudara mengakibatkan Majapahit menjadi sebuah kerajaan yang pesakitan dan tidak punya wibawa lagi di negeri-negeri bawahannya. Melihat Majapahit yang semakin keropos ini, Adipati Kediri saat itu merasa bahwa inilah saatnya bagi Kediri sebagai kerajaan yang lebih tua dan keturunan syah dari Prabu Airlangga untuk mengambil alih kekuasaan dari Majapahit.


Akan tetapi, meskipun keadaan Majapahit saat itu sudah semakin lemah namun Majapahit masih terlalu kuat untuk dihadapi oleh Kediri seorang diri. Apalagi Kediri masih ragu apakah orang-orang di pesisir utara Jawa seperti Gresik, Lamongan, Tuban dan Surabaya yang telah banyak menganut Islam itu nantinya akan mendukung siapa, sedangkan merekalah saat itu yang mengatur urat nadi perdagangan di Nusantara, sehingga peran mereka nantinya tidak bisa disepelehkan.

Oleh karena itu maka Adipati Kediri berpikir bagaimana caranya untuk bisa menjalin koalisi dengan wilayah-wilayah yang ada di pesisir utara Jawa. Sampai suatu ketika dia mendengar kabar bahwa Bupati Lamongan saat itu, mempunyai dua orang putra kembar yang bernama Panji Laras dan Panji Liris. Karena diapun mempunyai dua orang putri kembar yang bernama Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi, maka dia berniat menikahkan kedua putri kembarnya dengan kedua putra kembar Bupati Lamongan sekaligus sebagai langkah awal untuk melakukan koalisi, sehingga bila dia bisa melakukan koalisi dengan Lamongan maka Majapahit bisa dikepung dari dua arah yaitu Kediri di Selatan dan Lamongan di Utara.

Mengetahui niat dari Adipati Kediri tersebut, Bupati Lamongan merasa bimbang antara mau menerima ataukah menolak rencana koalisi berbalut pernikahan tersebut. Bila dia menerimanya, dia takut dengan pembalasan Majapahit jika rencana kudetanya dengan Kediri terhadap Majapahit itu gagal. Namun bila dia menolak dan kemudian Kediri berhasil menggulingkan Majapahit, maka Kediri pastinya juga akan membalas atas penolakannya tersebut. Disamping itu bila sampai terjadi perang saudara lagi, maka ekonomi dan perdagangan yang saat itu dikuasai oleh orang-orang pesisir utara Jawa nantinya pasti akan terganggu.

Memikirkan hal tersebut maka dia menjadi bingung dan memutuskan untuk menguji kesungguhan dari Adipati Kediri. Karenanya dalam rencana pernikahan politis tersebut Bupati Lamongan mengajukan tiga syarat yaitu. Pertama, Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi harus mau memeluk Islam. Kedua, pihak keluarga mempelai wanita lah yang harus datang melamar kepada pihak keluarga mempelai pria. Ketiga, nantinya pihak mempelai perempuan harus datang dengan membawa hadiah berupa gentong air dan alas tikar yang kedua-duanya harus terbuat dari batu.

Mendengar syarat-syarat tersebut, ternyata Adipati Kediri masih bersedia untuk memenuhinya dan menyuruh kedua putrinya untuk datang melamar ke Lamongan, sehingga mau tak mau Bupati Lamongan akhirnya bersedia untuk melaksanakan pernikahan tersebut.

Tiba pada harinya, Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi diiringi dengan rombongan besar orang-orang Kediri datang ke Lamongan. Panji Laras dan Panji Liris di temani Ki Patih Mbah Sabilan diperintahkan oleh ayahnya untuk menjemput kedua putri Kediri tersebut di batas Kota Lamongan.

Pada saat itu Lamongan sedang mengalami bencana banjir, sehingga mau tak mau Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi mengangkat kainnya sampai ke paha agar kainnya tersebut tidak basah. Celakanya, karena hal itu Panji Laras dan Panji Liris bisa melihat bahwa ternyata kaki Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi ternyata berbulu lebat seperti bulu kuda. Sehingga Panji Laras dan Panji Liris menolak untuk menikahi Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi serta meminta agar rencana pernikahan tersebut dibatalkan saja.

Mendengar hal tersebut sontak Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi merasa terhina dan malu sehingga mereka melakukan bunuh diri saat itu juga dihadapan Panji Laras dan Panji Liris. Melihat junjungan mereka dihina dan dipermalukan sehingga sampai bunuh diri, orang-orang Kediri itu akhirnya menjadi sangat marah dan ingin membunuh Panji Laras dan Panji Liris, sehingga perang pun tak bisa terhindarkan lagi.

Melihat nyawa Panji Laras dan Panji Liris dalam bahaya, maka Ki Patih Mbah Sabilan berjuang mati-matian untuk melindungi mereka, sehingga akhirnya Ki Patih Mbah Sabilan harus tewas dalam rangka melindungi nyawa Panji Laras dan Panji Liris. Setelah patihnya tewas, orang-orang Lamongan pun semakin terdesak dan akhirnya Panji Laras dan Panji Liris pun ikut tewas tanpa diketahui jenazahnya.

Tidak puas hanya menewaskan Ki Patih Mbah Sabilan serta Panji Laras dan Panji Liris, orang-orang Kediri itu pun semakin merangsek maju bahkan sampai ke pendopo kadipaten. Dalam pertempuran di pendopo kadipaten tersebut, Bupati Lamongan ikut gugur. Namun sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir, Bupati Lamongan sempat berpesan agar nanti anak cucunya tidak boleh menikah dengan orang Kediri.